Jumat, Oktober 24, 2008

ADEK AFFAN MULAI BER-ULAH

Seperti biasa, aku selalu membaca 'buku penghubung' dari sekolah anak2 karena dari situlah aku mengetahui informasi2 penting dari sekolah mereka seperti jadwal ulangan, rapat koordinasi orang tua-guru, tugas2 sekolah dsb.

Tapi kali ini sungguh mengagetkan. Bu Dian, wali kelas Affan di kls II-Hunain menulisiku tentang 'kelakuan' Affan hari itu di sekolah. Menurut bu Guru, Affan terlibat 'pertengkaran' dengan anak kelas I. "Kejadiannya cukup membahayakan karena sampai melempar penggaris dan gunting", demikian tulis bu Dian. Walaupun mereka sudah di'damai'kan oleh pihak guru dan sekolah, tetep aja aku 'gerah' sebab konon si anak tersebut adalah anak kepala sekolah (???)

Inilah buah yang harus kupetik, sifat temperamental Affan akhir2 ini adalah gara2 papah dan abang2nya yang tak bosan2nya 'gangguin' dia ("Abis kalau bukan Affan, saya mesti 'gangguin' siapa lagi dong...Yang lain kan udah gedhe2" itu selalu alasan suamiku ketika aku protes dg kebiasaan jeleknya itu). Kontan aku marah besar sama papah & abang-2nya di rumah kemarin. Dan sidang Istimewapun digelar..

Si kecil Affan berdalih, "Aku cuma 'ngebantuin' temenku aja Mah. Dia yang ngajakin aku tadi.." Dengan menahan emosi aku berusaha untuk 'memberi pemahaman' kepada Affan tentang akibat perbuatannya itu... bla...bla...bla... Aku ngeness.. banget ketika lihat wajah polosnya itu mengangguk seraya berjanji untuk tidak mengulangi lagi..

Ah, Affan.. please, jangan ber-ulah lagi ya..

Selasa, Oktober 14, 2008

Selalu Ada Jalan Keluar

Dari: Imam Sutrisno

Di suatu pagi, mentari tampak meredupkan cahayanya, tak seperti biasanya yang selalu tersenyum lebar dan menebarkan aroma cahaya kecerahan pada setiap insan di muka bumi.
Sementara di sebelah sanapun sang hujan mulai menggoda, mulai melambai-lambaikan godaan awan seolah mengejek sang mentari tuk mulai bersenda gurau, "pagi yang menyejukkan.." guraunya.
Sang mentaripun tersenyum simpul mendengar ejekan sang hujan, dengan lirihpun berucap, "wangi aroma cahayaku tak sirna oleh lambaian godaan awanmu....." Sang hujanpun balas mengejek, "bagaimana mungkin engkau tak kan terhalang, sedang aroma cahayamu tak sampai di muka bumi?"
Sang mentari dengan tegas menjawab, "wangi aroma cahayaku akan selalu terpancar oleh hati-hati hamba yang beriman, walau mendung awan menyelemuti bumi mereka." Mendengar jawaban demikian sang hujanpun berujar, "sungguh engkau telah benar!."

Itulah sepenggal kalimat yang barangkali menjadi sebuah bahan inspirasi, bahwa pada dasarnya sinar cahaya akan selalu benderang menghiasi ruangan - ruangan hati hamba yang beriman. Sang cahaya tak hilang walau diterjang berbagai awan yang melintang, karena sesungguhnya awan itu hanyalah sebuah "sarana penegasan" untuk bisa melihat sang cahaya kembali.
Begitulah, kita hidup di dunia ini, terkadang karena berbagai problema hidup seolah menenggelamkan sumber cahaya abadi yang ada dalam hati ini, padahal justru karena problema hidup itu, "nilai" kita semakin teruji. Bagaimana mungkin kita bisa dibedakan dengan makhluk Allah yang lain, bila kita tidak pernah diuji.
Justru karena ujian, kita "dipaksa" untuk selalu mengasah akal dan fikiran kita. Justru karena ujian, kita selalu dan selalu melihat tanda -tanda kekuasaan Allah. Karena sesungguhnya bagi seorang mu'min "segalanya merupakan kebaikan."

Dalam sebuah haditspun Rasulullah pernah bersabda, " Sungguh unik perkara orang mukmin itu! Semua perkaranya adalah baik. Jika mendapat kebaikan ia bersyukur, maka itu menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan jika ditimpa musibah ia bersabar, maka itu juga menjadi sebuah kebaikan baginya. Dan ini hanya akan terjadi pada orang mukmin. "

Terkadang, saat kita mengalami sebuah persoalan ekonomi misalnya, begitu berat gundah gulana melanda fikiran kita, perasaan kita bahkan hati kita terasa kacau balau. Namun sadarkah kita, bahwa seberat apapun masalah yang kita hadapi "pasti" sesuai ukuran yang Allah berikan kepada kita. Ini yang harus senantiasa menjadi sebuah "keyakinan mutlak" dalam diri kita.
Sikap kita terhadap sebuah permasalahan, ternyata lebih penting dibanding masalah itu sendiri. Kita sadar di dunia ini tidak ada satupun manusia yang tidak mempunyai masalah, karena memang karena itulah manusia terlahir ke muka bumi, untuk merampungkan masalah. Melalui sebuah masalah, sungguh-sungguh nilai kita diuji oleh Allah. Akankah karena suatu masalah membawa kita semakin dekat kepada Allah? Atau malah mungkin semakin jauh dari bimbingan Allah?

Tatkala karena suatu masalah menimpa kita, lalu setahap demi setahap semakin bisa melihat "betapa besar kekuasaan Allah", maka insya Allah balasan dari Allah lebih besar dari masalah itu sendiri. Namun jika kita semakin membawa diri kepada sebuah kemalasan, kejenuhan, hilangnya motivasi diri.... jangan-jangan kita terbawa kepada sebuah "tipu daya" dari nafsu kita sendiri, yang pada akhirnya membawa kepada sebuah kesengsaraan hakiki.
Sikap kita bisa "selamat", tatkala pada titik puncak "keyakinan hakiki" mengatakan bahwa, "tiada daya dan upaya kecuali karena Allah semata", bukan karena fikiran kita, bukan karena strategi kita, bukan karena kelihaian lobby kita, bukan karena skill kita.... dan bla.. bla...... Tatkala kita "merasa" bisa mengatasi permasalahan namun dalam hati kita, berkata " karena kemampuan fikiran saya" dan melupakan "pemberi" fikiran kita sendiri... Maka sesungguhnya lambat laun tanpa sadar... Kita terbawa pada arus "kesombongan diri..""Na'udzubillah!!!!.
Maka, seandainya saja, kita sudah bisa melihat "rahasia" sebuah masalah, maka sungguh "penglihatan akan keagungan kekuasaan Allah semakin terbuka." Yang terbuka oleh mata hati ini..... Karena hati ini telah bisa melihat, maka pancaran cahayanyapun akan menyinari sang fikiran untuk berfikir lebih jernih... Lebih terarah..., juga kan menyinari setiap langkah dan lintasan fikiran kita.... hingga "jalan keluarpun" akan diturunkan oleh "Sang Pemberi Cahaya."

Dalam do'a Ibnu Athaillah, disebutkan, “Inilah aku mendekat pada-Mu dengan perantara kefakiranku (kebutuhanku) kepada-Mu, Dan bagaimana aku akan dapat berperantara kepada-Mu, dengan sesuatu yang mustahil akan dapat sampai kepada-Mu (yakni tidak ada perantara kepada Allah dengan sesuatu selain Allah). Dan bagaimana aku akan menyampaikan kepada-Mu keadaanku, padahal tidak tersembunyi daripada-Mu. Dan bagaimana akan saya jelaskan pada-Mu halku, sedang kata-kata itu pula daripada-Mu dan kembali kepada-Mu. Atau bagaimana akan kecewa harapanku, padahal telah datang menghadap kepada-Mu. Atau bagaimana tidak akan menjadi baik keadaanku, sedang ia berasal daripada-Mu dan kembali pula kepada-Mu."

Www. Sutrisno. Wordpress. Com